Apa Penyebab Impor Beras?



MUGENJIN.COM  - Harga beras yang merangkak naik sejak Desember 2017 menjadikan dasar Kementerian Perdagangan untuk mengimpor beras. Alasannya agar harga beras stabil kembali jika masuk beras impor.

Di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) harga beras medium sudah melebihi ambang batas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.450 per kg.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sampai dengan minggu ke-2 Januari ini, kenaikan harga beras di pasar mencapai 3 persen.

BPS menganggap melambungnya harga beras ini sudah dalam kategori mengkhawatirkan atau mencemaskan karena akan mempengaruhi angka inflasi yang berujung ke daya beli masyarakat.

Namun, kenaikan tersebut akan turun secara bertahap apabila terjadi panen raya padi. Hal ini diungkapkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

"Januari sudah panen, Februari panen raya, Maret jumlah padinya semakin banyak," kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman, di kantornya, Kamis (11/1/2018).

Berdasarkan data didapat dari Kementerian Pertanian (kementan), di Januari 2018 produksi padi diprediksi mencapai 4.5 juta ton dengan cadangan beras pada tahun 2017, yaitu sebanyak 2.8 juta ton.

Kemudian, prediksi Maret 2018 akan meningkat 11,9 juta ton GKG , dengan ketersediaan beras sebanyak 7,47 juta ton dan konsumsi 2,5 juta ton. Artinya surplus 4,971 ton.

Dari jumlah tersebut terdiri dari lahan panen di Jawa Barat seluas 222.186 hektar, Jawa Tengah 335.723 hektar, Jawa Timur 237.626 hektar dan provinsi lainnya 842.856 hektar dengan total luas wilayah panen mencapai 1.638.391 hektar.

Di saat bersamaan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) ingin membuka keran impor beras. Beras tersebut, kata Menteri Perdagangan Engartiasto, merupakan beras khusus dari Thailand dan Vietnam dengan jumlah mencapai 500 ribu ton.

"Beras khusus tersebut bisa bermacam-macam jenisnya, seperti beras jasmine, beras ponni, beras basmati dan lain sebagainya. Beras ini bukan jenis IR64 yang diproduksi di Indonesia," kata dia Kamis (11/2/2018).

Anehnya, kebijakan impor tersebut tidak saling kordinasi antar kementerian. Terdapat perbedaan data dengan Kementan. Kemendag mencatat hingga 17 Januari 2018, stok beras kewajiban pelayanan publik (PSO) Bulog sebesar 854.947 ton. Dari total stok tersebut, termasuk cadangan beras pemerintah yang sebesar 134.646 ton. Sementara rata-rata penyaluran beras untuk operasi pasar (OP) kurang lebih 8.902 ton per hari.

Dengan rencana penyaluran pada tanggal 18 Januari hingga 31 Maret 2018 sebesar 462.918 ton, diperkirakan sisa stok Perum Bulog per 31 Maret 2018 tinggal 142.029 ton.

"Pemerintah tidak mau ambil risiko kekurangan pasokan beras, mengingat panen raya diperkirakan baru akan terjadi pada bulan Maret 2018," ujar Enggartiasto.

Sehingga membuat Enggar memutuskan untuk membuka keran impor tanpa rekomendasi Kementan.
Hal ini diperkuat juga oleh Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

"Kebijakan impor beras jenis khusus tidak perlu melalui rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan). Pasalnya beras yang didatangkan saat ini bukanlah beras medium melainkan beras khusus, kata beliau ditemui Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Anehnya,  Kemendag secara tiba-tiba mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018 tentang ekspor impor beras. Lalu menunjuk PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton.

Dilansir Kumparan, PPI sendiri sudah melakukan penjajakan dengan dua negara yaitu Vietnam dan Thailand untuk mendatangkan beras. Nantinya PPI bisa saja menunjuk pihak ketiga yaitu sebagai mitra bisnis sekaligus importir beras. Penunjukan bisa dilakukan langsung ataupun dengan lelang.

"Ada dua mekanisme. Mekanisme lelang atau penunjukan langsung. Untuk penunjukan langsung, kalau dalam keadaan emergency boleh dilakukan. Kalau dalam kondisi normal, lelang. Bisa dua-duanya, sekarang sedang dibahas," kata Direktur Utama PPI Agus Andiyani saat ditemui di Kantor Holding Perkebunan Nusantara, Gedung Agro Plaza, Jakarta, Senin (15/1).


Keanehan Keran Beras Impor

Sayangnya langkah Kementerian Perdangangan dinilai ada konflik kepentingan dengan melakukan impor beras melalui PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Padahal, seharusnya yang diberikan tugas impor dalam upaya menjaga stabilitas harga adalah Bulog. Hal itu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Perpres No. 48/2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres No. 5/2015.

Penunjukan PT. PPI sebagai importir beras, kata Alamsyah anggota Ombudsman, berpotensi melanggar Perpres dan Inpres.

Prof. Amzulian Rifal Ketua Ombudsman Republik Indonesia menyatakan ada indikasi aladministrasi pada stok beras sehingga mengakibatkan opini publik terhadap kebijakan pemerintah yang melakukan impor beras menjelang panen raya.

"Pernyataan Kementerian Pertanian mengenai surplus dan keputusan impor beras dari Kementerian Perdagangan membuat publik bingung," kata pria berkacamata ini.

Menurutnya surplus yang dinyatakan oleh Kementerian Pertanian tidak memadai. Bukan hanya jumlah produksi berjalan tapi juga jumlah stok yang tidak kredibel.

Ombudsman menemukan adanya stok beras yang tidak merata di setiap wilayah Indonesia sehingga menyebabkan kenaikan harga beras.

Data Ombudsman mengenai persebaran beras yang tidak merata 


Menurut Prof. Amzulian Rifal, Surplus yang memadai mencerminkan bukan hanya jumlah produksi berjalan, tapi juga jumlah stok yang kredibel.

Namun, pada survey yang dilakukan oleh Ombudsman, pernyataan Mentan dinilai kurang tepat. Pertama berdasarkan gambar di atas, pertama, stok nasional pas-pasan, kedua,  sebaran stok tidak merata. Ketiga, beberapa daerah dapat kekurangan pasokan akibat stok lokal terdistribusi ke daerah lain.

Pernyataan Kementan yang selalu mengatakan produksi beras surplus dan stok cukup. Sayangnya itu hanya berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah dan sebaran stok beras secara riil.

Kemudian, gejala kenaikan harga sejak Desember, tanpa temuan penimbunan dalam jumlah besar, mengindikasikan kemungkinan proses mark-up data produksi dalam model perhitungan yang digunakan selama ini. Akibat pernyataan surplus yg tidak didukung data akurat tentang jumlah dan sebaran stok beras yang sesungguhnya di masyarakat, pengambilan keputusan berpotensi keliru.

Impor Beras Tetap Jadi


Setelah Ombudsman menyatakan Kementerian Perdagangan salah melakukan tindakan menunjuk PT PPI, akhirnya kebijakan impor beras dikembalikan ke  Badan Urusan Logistik (Bulog).


Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mulai mengimpor beras pada tahun 2000. Kemudian berhenti pada tahun 2016 dan 2017. Selama 15 tahun, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 15,39 juta ton beras dengan volume impor beras terbanyak pada tahun 2011 dengan volume sebesar 2,75 juta ton, sedangkan volume terkecil pada tahun 2005 sebesar 189.616 ton. Jika ditambah tahun ini 500 ribu ton, maka hingga saat ini Indonesia telah mengimpor beras sebesar 15,89 juta ton.

Beras yang diimpor nanti diganti dari beras khusus ke beras umum dan premium.

"Dengan demikian impor beras yang tadinya direncanakan melalui pelaksanaan peraturan menteri perdagangan dialihkan atau kalimatnya, impor yang tadinya direncanakan didasarkan kepada Kemendag itu dihentikan dan pemerintah mengubahnya menjadi impor beras melalui Bulog berdasarkan Perpres 48 2016," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya Jakarta, Senin (15/1).

Impor beras sebanyak 500 ribu ton tersebut akan dilakukan secara bertahap.  "Itu bisa 20 tahap jadi mungkin tidak sekaligus datang, itu pasti bertahap sampai dengan akhir paling lambat pertengahan Februari tapi kalau harga belum turun kita lanjut sampai akhir Maret," ujarnya.

Menurutnya alasan dari peralihan impor dari PT PPI ke Bulog karena untuk stabilisasi harga dan memperkuat cadangan beras Pemerintah.

Terlepas dari pertanyaan perlukah impor beras. Paling tidak kita belajar dari kasus ini. Pertama, tidak adanya kordinasi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Pedagangan mengenai data stok beras. Keduanya seperti bekerja sendiri-sendiri.

Menteri Pertanian Amran terlihat buru-buru menyatakan panen beras tanpa melihat stok beras di Bulog dan data Kementerian Perdagangan. Apalagi berita panen beras sudah viral, sehingga membuat publik bertanya-tanya ketika Menteri Perdagangan akan membuka keran impor.

Dibukanya keran beras impor juga menelanjangi janji Presiden Jokowi untuk tidak akan mengimpor beras.  Seperti pengalaman yang sudah-sudah, beras impor dikhawatirkan petani akan menggerus harga gabah di tingkat petani kendati pemerintah telah membuat peraturan pembelian batas atas dan batas bawah terhadap beras yang diproduksi petani.

Saya jadi ingat kata Jokowi saat membeli motor chopper  "Saya membeli produk karya anak-anak bangsa untuk meningkatkan brand value," ujar Jokowi seperti dikutip dari siaran pers resmi Istana, Sabtu (20/1/2018)

Seperti motor chopper, beras petani juga karya anak-anak bangsa. Jadi kapankah kita akan swasembada beras lagi?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar