Ketika Jurnalis Mencuit di Sosial Media




 "Ada pemuka agama rusuh ditolak di Hong Kong, alih-alih berkaca justru menyalahkan negara orang. Jika Anda bertamu dan pemilik rumah menolak, itu hak yang punya rumah. Tidak perlu teriak di mana-mana bahwa Anda ditolak. Sepanjang Anda diyakini mmg baik, penolakan itu takkan terjadi." @zoelfick

MUGENJIN.COM - Beberapa waktu lalu terjadi kasus seorang jurnalis meluapkan yang terganjal di hatinya lewat sosial media. Ia menulis bahwa ada pemuka agama rusuh ditolak di Hongkong. Akhirnya jurnalis dengan akun twitter @zoelfick langsung dipecat dari pekerjaannya lewat sosial media pula. Walaupun, pada akhirnya ia mendapat pekerjaan baru.

Sebenarnya sah-sah saja seorang jurnalis mengungkapkan uneg-unegnya di sosial media. Namun, apa yang disampaikan saudara Zoel justru membuat kisruh warga net khususnya muslim, apalagi penggemar berat pemuka agama yang ditulis olehnya di akun twitter.

Anehnya, AJI (Aliansi Jurnalis Independen Indonesia) lewat Ketuanya, Abdul Manan menilai pemecatan jurnalis Harian Topskor, Zulfikar Akbar karena mendapat tekanan dari warganet.

"Yang pasti itu seperti menjadi alat baru bagi orang-orang yang kami sebut kelompok intoleran, untuk memaksakan kepentingannya," kata Manan dilansir Tirto, usai memaparkan Catatan Akhir Tahun 2017 AJI Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Sepertinya penilaian Abdul Manan tidak netral, ia berpihak pada Zoelfikar. Jika mau ditelusur apa yang di tulis twitter oleh mantan jurnali Harian Topskor tersebut adalah kesalahannya sendiri. Sehingga membuat pimpinan Harian Topskor tersebut berang. 

 sudah umumkan sendiri vonis redaksi thdp dirinya di akun pribadinya. Sjk saat ini kami TopSkor tidak ada kaitan lagi dgn  zoelfick. Wassalam. 


Pertama, ia telah menilai bahwa pemuka agama yang ke Hongkong tersebut adalah pembuat kerusuhan.

"Ada pemuka agama rusuh ditolak di Hong Kong, alih-alih berkaca justru menyalahkan negara orang,..."

Jika Zulfikar bermaksud mengkritik seharusnya dengan santun. Apalagi seorang jurnalis harus bersikap netral dengan berita yang ada, tentunya melakukan cek dan ricek mengapa pemuka agama tersebut atau Ustad Abdul Somad dideportasi.

Kedua, Zoel adalah seorang jurnalis olahraga, tidak seharusnya ia mengkritik bukan ranah yang dikuasainya. 

Ketiga, Zoel sudah melakukan kesalahan dengan menulis bahwa, "Jika Anda bertamu dan pemilik rumah menolak, itu hak yang punya rumah. Tidak perlu teriak di mana-mana bahwa Anda ditolak. Sepanjang Anda diyakini memang baik, penolakan itu takkan terjadi."

 Sebagai warga negara Indonesia dan diatur dalam Undang-Undang sudah selayaknya meminta perlindungan dan melaporkan kepada pemerintah jika terjadi penolakan.

Dalam pasal 19 huruf b UU 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri, secara tegas menyatakan bahwa Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban "inter alia". Antara lain memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri.

Sebelum Ustad Abdul Somad kasus penolakan juga menimpa (mantan) Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang ditolak masuk ke negara Amerika Serikat.

Apakah Panglima Gatot tidak juga tidak perlu teriak seperti yang disarankan oleh Zoel? Tentu tidak. Nyatanya, setelah (mantan) Panglima TNI teriak, Amerika Serikat telah menyatakan bahwa mereka menerima kesalahan informasi dari intelijen.

Di tweet yang kedua, Zoel beranggapan bahwa Ustad Abdul Somad melahirkan umat beringas

“Jadi @ustadabdulsomad, jika ditanya knp negara Hong Kong menolak Anda krn memang terbukti hasil dakwah Anda selama ini telah melahirkan umat yang beringas.”

Seharusnya ia tidak bisa mengambil kesimpulan seperti ini yang melahirkan gejolak emosi netizen. Zoel sebagai seorang jurnalis pasti bisa menulis yang lebih santun bukan dengan kasar.

Saya setuju dengan pernyataan Ketua Divisi Data dan Informasi Forjim, Dudy Sya'bani Takdir mengungkapkan apa yang disampaikan Zulfikar berpotensi memecah-belah bangsa.

 "Bagaimana pun juga Ustaz Somad adalah ulama kebanggaan masyarakat Riau. Pernyataan saudara Zulfikar telah menyakiti hati umat Islam Indonesia, terlebih masyarakat Riau karena dikatakan hasil dakwah Ustaz Somad adalah umat beringas," ujar Dudy saat melakukan jumpa pers di Depok, Rabu (27/12/2017).

Di tweet yang ketiga apalagi menurutnya Ustad Abdul Somad lebih dekat dengan setan karena melahirkan umat seperti itu ditweet sebelumnya.


@ustadabdulsomad  ini salah satu hasil dari dakwah Anda, melahirkan umat seperti ini. Sila muhasabah, Anda mungkin lbh dekatkan mereka ke setan alih-alih kepada Allah. 


Justru apa yang disampaikan oleh Zoel bukanlah kritikan tetapi hujatan karena ketidaksukaanya terhadap personal Ustad Abdul Somad. Walaupun, akhirnya Zoel meminta maaf karena cuitannya terlalu pedas dan mengakhiri karirnya sebagai seorang jurnalis. 

Mengutip pendapat Bill Kovach,  "tugas utama praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud bukan perdebatan filsafat atau agama, tapi kebenaran fungsional yang sehari-hari diperlukan masyarakat."

Oleh karena itu sebagai seorang jurnalis kita harus taat pada kode etik jurnalis. Apa yang disampaikan oleh kita akan menjadi rujukan bagi masyarakat.

Selain itu, loyalitas sebagai jurnalis adalah pada masyarakat, bukan pada perusahaan tempatnya bekerja, pembaca, atau pengiklan. Wartawan harus berpihak pada kepentingan umum sehingga tidak adanya bias dalam melakukan kerja jurnalis, apalagi mengkritik personal tokoh masyarakat.

Yang terakhir,  esensi jurnalisme adalah verifikasi, memastikan bahwa data dan fakta yang digunakan sebagai dasar penulisan bukan fiksi, bukan khayalan, tetapi berdasarkan fakta dan pernyataan narasumber di lapangan. Sehingga, apa yang kita tulis di media sosial juga bukan khayalan atau anggapan yang dibuat-buat untuk mengkritik atau menghujat.

Semoga apa yang terjadi menjadi pembelajaran bagi kita semua, salam!





Tidak ada komentar :

Posting Komentar